Kamis, 23 Juli 2009

Mempertanyakan Kembali Undang-Undang Penanaman Modal


Oleh: Brigade Lawan Arus

Sistem
ekonomi kapitalisme-liberalisme percaya sepenuhnya bahwa pertumbuhan ekonomi dicapai sebagai hasil normal ‘kompetisi bebas’ dalam sebuah mekanisme pasar. Kapitalisme menganggap bahwa negara tidak perlu turut campur tangan dalam kegiatan-kegiatan ekonomi nasional maupun internasional. Segala intervensi negara di dunia ekonomi dianggap dapat mengakibatkan industri-industri menjadi tidak efisien. Dalam sistem ekonomi kapitalisme, negara hanya diposisikan sebagai regulator yang mengatur lalu-lintas jalannya usaha.

Berdasarkan ideologi kapitalisme itulah yang diemban oleh UU Penanaman Modal. Pada tanggal 29 Maret 2007 yang lalu, melalui sidang paripurna, Rancangan Undang-undang Penanaman Modal telah di sahkan oleh DPR-RI menjadi Undang-undang (bukan sekadar rancangan lagi). Dalam UU Penanaman Modal ini swasta mendapatkan ruang gerak yang amat luas untuk mengembangkan usahanya. Hampir semua bidang usaha atau jenis usaha dapat mereka garap, termasuk sumberdaya alam yang menjadi milik umum. Malah, untuk merangsang para investor, pemerintah memberikan aneka kemudahan. Mereka (investor) bisa mendapatkan pengurangan pajak penghasilan, pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor, keringanan pajak bumi dan bangunan, dan lain-lain. Ketentuan itu bukan hanya berlaku untuk domestik, melainkan juga investor asing. Kepemilikan investor asing pun tidak dibatasi, tetapi bisa mencapai 100 persen. Malahan mereka dapat diberi kesempatan untuk memperpanjang hak guna bangunan (HGB) dan hak guna usaha (HGU) hingga 95 tahun!!!

UU Penanaman Modal ini tentu saja merupakan alat penjajahan baru untuk menindas rakyat. UU itu akan semakin menjerumuskan Indonesia ke dalam penjajahan ekonomi oleh Kapitalisme Global. Kompetisi bebas merupakan pilar utama dalam sistem kapitalisme. Dalam persaingan itu, tentu saja yang akan menjadi pemenang adalah pemilik modal besar, teknologi canggih, dan manajemen yang bagus. Apalagi dalam UU tersebut, pada pasal 6 ayat 1 disebutkan: Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Karena itu, kemungkinan besar perusahaan-perusahaan domestik akan kalah ketika harus berhadapan dengan perusahaan-perusahaan multinasional.

Yang lebih mengerikan lagi adalah jika perusahaa-perusahaan itu menguasai berbagai sektor publik dan strategis, seperti air minum, listrik, telekomunikasi, tambang, pendidikan, rumah sakit, dan sebagainya. Jika itu terjadi, kebergantungan masyarakat terhadap perusahaan-perusahaan asing itu amat besar. Pada titik inilah negara akan kehilangan fungsinya sebagai pemegang kedaualatan. Sebab, berbagai keputusan, kebijakan, dan undang-undang telah terdistorsi untuk kepentingan mereka.

Itu sebabnya, sesungguhnya lebih baik menyuruh teman untuk menebas leher kita dari pada harus menerima UU Penanaman Modal. Karena, lebih baik dibunuh dan mati seketika dari pada harus hidup menderita dan mati secara perlahan-lahan karena tersiksa. []

*Bahan diskusi-bebas Perpustakaan Jalanan

Brigade Lawan Arus

(Tulisan ini murni kami adaptasi dari majalah al-Wa’ie, dengan sedikit perubahan di dalamnya)

0 komentar: